Menyulap Biji Mangrove Jadi Kopi Nikmat Diseruput

Haba Kini | Lhokseumawe – Biji tanaman mangrove biasanya terbuang sia-sia, kini diolah menjadi kopi yang cukup nikmat diseruput di tangan ibu-ibu tergabung dalam kelompok Mangrove Fonna, di Gampong Kuta Blang, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe.

Kelompok Mangrove Fonna beranggotakan 18 orang. Motivasi awal ibu-ibu kreatif tersebut memanfaatkan buah mangrove (rhizophora stylosa) sebagai bahan baku utama, lantaran tempat tinggal mereka berdekatan dengan bantaran sungai ditumbuhi tanaman itu.

Diketuai oleh Iriani seorang guru Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Dewantara, kelompok tersebut dibentuk sejak 2018. Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) produksi mereka kerap dipamerkan pada pameran dan sejumlah event besar lainnya di Aceh.

“Produk kita produksikan berbahan baku buah dan daun mangrove yakni, kopi, teh, stik serta cake,” kata Ketua Kelompok Mangrove Fonna, Iriani kepada awak media, Minggu, 14 Juli 2024.

Alasan utama memutuskan membuka UMKM berbahan baku mangrove, kata Iriani, awalnya mengingat wilayah tempat tinggal mereka kerap dilanda abrasi. Sehingga memutuskan menanam tanaman air tersebut dijadikan tanggul dan penyanggah mencegah abrasi.

Kelompok Mangrove Fonna juga pernah mendapatkan 13.200 batang tanaman mangrove dari Dinas Kehutanan Aceh, untuk ditanami kawasan Gampong Kuta Blang.

“Saya melihat sejumlah referensi buahnya bisa dimakan. Dari situlah kami memanfaatkan dan mengolahnya sebagai bahan baku utama,” ucapnya.

Dikatakan Iriani, ada 40 jenis mangrove di dunia ini bisa diproduksi sebagai bahan baku makanan. Di Lhokseumawe terdapat 10 jenis, sementara mereka hanya memproduksi empat jenis mangrove saja.

“Lama runtunan pembuatan makanan dan minuman bahan baku mangrove ini sekitar satu pekan. Setelah dipetik buahnya, direbus, direndam dengan garam selama tiga hari untuk menghilangkan zat beracun agar bisa dikonsumsi serta bagus untuk kesehatan,” ucapnya.

Meskipun berbahan baku mangrove, Iriani mengaku juga mencampurkan bahan herbal lainnya dan bahan baku utama tersebut. Tujuannya untuk menambah kelezatan rasa serta khasiatnya.

“Sejauh ini pemesan ramai dari wilayah Aceh, ada juga bawa pulang sebagai oleh-oleh ke Malaysia,” tutur Irianti.

Iriani menambahkan untuk jenis kopi per bulan bisa laku Rp 1 juta lebih. Jika keseluruhan omzet didapatkan dari cake, teh dan stik sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.

Harga bubuk kopi satu ons dibanderol Rp 15 ribu, dua ons Rp 25 ribu. Cake dijual Rp 40 ribu per kemasan, dan Teh Rp 10 ribu.

“Banyak tanaman mangrove di sekitar kita, tidak ada salahnya jika dimanfaatkan. Dampaknya bisa menjaga lingkungan sekitar. Jika ada yang mati kita tanami kembali, begitupun setelah kita panen, tetap dilakukan reboisasi,” kata Iriani.

Iriani mengaku kendala terjadi jika air pasang terjadi saat musim panen buah mangrove. Lantaran mereka hanya memiliki satu perahu dan belum mempunyai alat canggih. Semuanya dikerjakan secara manual.

“Ini diolah secara otodidak serta melihat sejumlah referensi dari orang-orang sukses di bidang mangrove ini. Namun tetap mengutamakan segi kesehatannya. Pastinya sudah berlabel halal,” sebut dia.

Ia berharap UMKM mereka bisa lebih maju dan dilirik pemerintah. Mengingat Lhokseumawe merupakan kota mangrove, namun buahnya tidak dimanfaatkan. Semoga ke depan ada generasi atau kelompok lain mau membuat juga menanam kembali tanaman tersebut, sehingga mampu mencegah abrasi dan tidak lagi terjadi banjir,” imbuhnya.***

Exit mobile version