Opini  

Pengaruh Kebijakan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Konflik Palestina-Israel

Redaksi
Warga Palestina memeriksa kerusakan setelah Israel melancarkan serangan di Khan Younis di Jalur Gaza selatan pada 10 Oktober 2023. Foto: REUTERS/IBRAHEEM ABU MUSTAFA.

Oleh: Suriadi Ben Suud

Palestina-Israel merupakan kedua negara yang sampai detik ini masih terjadi konflik peperangan yang belum berakhir. Negara Israel yang mana berdiri pada tahun 1948, ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyetujui terkait pendiriannya di tanah Palestina yang awalnya di bawah naungan Inggris.

Problematika antara kedua negara yang dihadapi masyarakat Israel dengan masyarakat Palestina yaitu dalam memperebutkan otoritas tanah yang mana kedua belah pihak mengklaim memiliki hak yang sama atas tanah suci. Tanah suci tersebut sangat mengandung nilai historis dan nilai keagamaan yang tinggi bagi umat Islam dan umat Yahudi.

Karena tanah ini yang menjadi penyebab perebutan antara umat Yahudi dan umat Islam karena di atas itu berdiri masjid Al Aqsa yang menjadi kiblat pertama umat Islam. Tepat di bawah masjid itu terdapat tembok ratapan yang sangat disakralkan oleh umat Yahudi.

Secara garis besar, PBB bertujuan untuk membentuk kerjasama internasional yang setara dan menjaga kedamaian dunia. Piagam PBB menyebutkan prinsip-prinsip yang dipegang PBB dalam menjalankan tugasnya yaitu berdasarkan kedaulatan persamaan dalam anggotanya.

Setiap anggota punya tujuan yang mulia dalam melakukan tugasnya, tidak menggunakan kekerasan atau ancaman ke negara lainnya dan Piagam PBB tidak digunakan untuk mengintervensi jurisdiksi domestik dalam negara anggota. Keanggotaan dari PBB adalah bersifat terbuka kepada negara yang menerima peraturan di Piagam dan bisa menngemban kewajiban tersebut.

PBB adalah organisasi internasional yang beranggotakan negara-negara di kawasan dunia yang salah satu tujuannya memelihara keamanan dan perdamaian dunia. Konflik antara negara Israel dan Palestina menuntut keterlibatan PBB dalam proses perdamaian kedua negara tersebut.

Konflik Israel-Palestina telah menjadi konflik regional, perang Arab-Israel telah beberapa kali terjadi, diantaranya perang tahun 1948, 1967, dan 1973 yang mengakibatkan seluruh wilayah Arab Palestina direbut oleh Israel. PBB telah mengeluarkan resolusi-resolusi yang mengharuskan Israel keluar dari daerah pendudukan, namun Israel tetap tidak meninggalkan daerah pendudukan tersebut dan PBB tidak memberikan sanksi terhadap Israel.

PBB selaku organisasi yang tahan waktu (tested the time) karena telah membuktikan dapat menghindarkan adanya perang dunia baru setelah perang dunia I dan perang dunia II, yang telah menjadi tekad bersama dari semua bangsa yang berkumpul di San Fransisco pada tahun 1945 lalu dengan merumuskan Piagam PBB (To Save Succeeding Generations From The Scourge Of War).

Piagam PBB yang terdiri dari 111 Pasal telah meletakkan tujuan pokok dan prinsip-prinsipnya yang mulia dalam usaha memelihara perdamaian dan keamanan internasional serta meningkatkan hubungan persahabatan dan kerjasama internasional di semua bidang.

Piagam PBB yang telah memuat secara rinci hak semua anggotanya termasuk kewajiban internasional bagi semua negara untuk menghormati persamaan kedaulatan untuk tidak menggunakan ancaman atau kekerasan terhadap keutuhan wilayah dan kemerdekaan politik negara manapun serta tidak mencampuri urusan dalam negeri negara anggota.

Dalam rangka penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel, Dewan Keamanan PBB telah banyak mengeluarkan resolusi-resolusi yang bertujuan agar tercapainya perdamaian di antara kedua belah pihak yang bertikai.

Namun, besarnya lobi Yahudi pada Pemerintahan Amerika Serikat sebagai salah satu dari lima anggota permanen Dewan Keamanan PBB, menyebabkan resolusi-resolusi yang dikeluarkannya tidak dapat dilaksanakan atau bahkan terhenti di tengah jalan.

Dewan Keamanan PBB merupakan badan terkuat di PBB yang memiliki tugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional dan mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan yang harus dilaksanakan para anggota di bawah Piagam PBB, di mana keputusan yang mereka tetapkan disebut Resolusi Dewan Keamanan PBB.

Dewan Keamanan PBB telah beberapa kali gagal dalam mengeluarkan resolusi yang mengutuk tindakan Israel. Kegagalan Dewan Keamanan PBB dalam mengeluarkan resolusi semata-mata disebabkan oleh ancaman veto, di mana setiap resolusi hanya dapat dikeluarkan jika minimal mendapat dukungan sembilan suara dari 15 anggota Dewan Keamanan dan tanpa ancaman veto dari salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan, yaitu China, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Rusia.

Meskipun suatu resolusi yang dicanangkan oleh Dewan Keamanan PBB mendapat dukungan dari mayoritas anggotanya, namun jika mendapat veto dari salah satu negara anggota tetap tersebut maka resolusi itupun gagal.

Israel selaku negara yang bersengketa tidak mengindahkan resolusi Dewan Keamanan tersebut walaupun dalam Piagam PBB sudah tercantum dengan jelas kekuatan mengikat dari resolusi terhadap negara-negara yang terlibat dalam sengketa internasional dan juga sanksi-sanksi bagi negara yang tidak mentaati resolusi tersebut.

Sanksi tersebut dapat berupa tindakan yang menggunakan kekerasan tanpa kekuatan militer (Pasal 41 Piagam PBB) dan tindakan yang menggunakan kekuatan militer.

Maka dari itu, PBB memiliki pengaruh besar dalam konflik Palestina-Israel. PBB dalam hukum internasional seharusnya dapat memberikan sanksi tegas dan adil agar negara yang berkonflik menghentikannya. PBB dapat memberikan sanksi kepada negara yang membandel.

Apabila negara yang terjadi konflik tetap tunduk pada ketentuan yang ada pada hukum internasional, maka PBB dapat menggunakan kekuatan militer atau yang biasa disebut dengan pasukan perdamaian di wilayah negara yang berkonflik.

Penulis : Suriadi Ben Suud
Editor : Redaktur
Sumber : Artikel Mahasiswa Prodi Magister Ilmu Hukum USK